SIAPA ANAK KITA?
Sepasang pengantin baru mendapat kado luar biasa dari Allah swt. Setelah 6 bulan menikah, sang istri positif hamil. Mereka berdua sangat bahagia. Begitu pula ayah ibu mereka, sahabat-sahabat mereka, maupun kerabat mereka.
40 minggu kemudian, bayi mereka lahir. Wajahnya sangat lucu dan tampan. Bayi laki-laki tersebut benar-benar penyejuk mata yang memandangnya. Lengkap sudah kebahagiaan keluarga baru tersebut.
2,5 tahun berlalu. Bayi laki-laki tersebut menjadi balita yang sangat aktif. Sang Ibu seringkali kehabisan akal dan energi menghadapi bocah kecil ini.
Ketika tubuhnya sangat lelah dan sang ayah yang sama kelelahannya juga dirasa kurang supportif, kejadian berikut mungkin terjadi tanpa disadari :
“Mamamaaaa, mau susu”, ucap bibir kecilnya sambil merengek
“Tadi kan udah 1 gelas”,
“Mau susuuuuuuu”,
“Udah, nanti adek muntah”,
“Mau susuuuuuuu!!”
“Udah mama bilang. Nanti kamu muntah!”
Tiba-tiba ia tersadar baru saja membentak sang putra tanpa disengaja. Hatinya dipenuhi perasaan bersalah dan berjanji tidak akan mengulangi lagi.
Segera ia memeluknya, “Maafin Mama ya Nak. Mama lagi capek. Adek ngantuk ya? Adek boleh minum air putih dulu ya. Setelah tidur, Mama buatin susu buat adek”
Rasa bersalah itu fitrah, perasaan itu rambu-rambu dari Allah swt agar kita senantiasa sadar apakah kita masih berperilaku baik kepada anak kita atau justru sudah di luar kendali.
Hal ini terjadi karena sesungguhnya Allah swt sudah menginstall dalam diri kita suatu nilai yang menyatakan bahwa anak kita adalah amanah Sang Pencipta yang sangat berharga.
Seandainya kita dititipi benda berharga yang sangat mahal oleh ratu Inggris, apa yang akan kita lakukan? Tentu kita akan menjaga dan merawatnya dengan sangat baik, bahkan tak boleh ada satu gores pun bekas debu yang tampak ketika kita mengembalikannya.
Bagaimana dengan anak kita?
Anak kita adalah titipan Maharaja yang lebih berharga dari apapun yang ada di dunia ini. Tentu kita ekstra keras menjaganya agar saat dikembalikan, ia dalam keadaan terbaik (BEST) sebaik saat dititipkan.
Baik apanya?
Baik iman, budi, dan perilakunya (BEHAVE), baik hatinya (EMPHATIC), baik otaknya (SMART), serta baik fisik, mental, dan jiwanya (TOUGH).
Yaitu anak yang kokoh keimanannya, baik ibadahnya, dan mulia akhlaknya. Anak yang merasa dirinya berharga dan percaya diri. Anak yang cerdas : berfikir kritis dan solutif.
Anak yang mampu berkomunikasi dengan baik dan tutur katanya menghargai orang lain, mandiri, bertanggung jawab pada Allah, diri sendiri, keluarga dan masyarakat, serta bijak berteknologi.
Allah tidak pernah memindahkan amanah itu pada orang lain. Maka pada saatnya nanti, Allah akan tetap menanyai pertanggungjawaban kita mengenai amanah yang diserahkanNya itu. Siapkah kita?
Sumber :
No comments:
Post a Comment