April 04, 2017

Tujuan Pengasuhan (3) Menjadi Ayah/Ibu yang Baik (Bagian 2)


Pernahkah Ayah Bunda memiliki teman yang ayahnya keras mendidik?

Kata ayahnya A, harus nurut. Pilih sekolah, pilih kampus, pilih karir, sampai urusan pilih jodoh! Jika tak mengikuti kata-kata ayah, di-cap anak pembangkang. Masih terasa ada nada sedih tak berdaya meski dikuat-kuatkan dari bibirnya jika ia mengenang memori tentang sang ayah.

Pernah juga kah Ayah Bunda memiliki teman yang sangat dekat dengan ayahnya?

Ketika menceritakan masa kecilnya yang dipenuhi kenangan menyenangkan beribadah dipimpin ayahnya, bermain dengan ayahnya, mencuci mobil dengan ayahnya, jalan-jalan sore dengan ayahnya, momen pertama ke sekolah diantar ayahnya, mata teman kita itu begitu berbinar-binar bahkan sesekali menyeka air mata rindu. Tak heran jika kemudian teman kita itu menjadikan ayahnya sebagai ukuran dalam menentukan pasangan hidup.

Dari dua gambaran di atas, tentu kita menginginkan anak kita menjadi ayah yang dikenang baik oleh cucu kita kelak.

Mendidik anak kita menjadi ayah yang baik bukan tentang bukti keberhasilan kita sebagai orangtua, namun sebagai bukti kasih sayang kita padanya. Bukankah jika kita mendidiknya menjadi ayah yang baik, ia memiliki kesempatan lebih besar untuk memiliki keluarga yang bahagia dan mendapat pahala dari cucu kita?

Agar menjadi ayah yang baik, selain mengandalkan instingnya sendiri, anak kita perlu dipersiapkan kemampuannya sedikit demi sedikit sejak kecil.

Dalam keluarga, ayah adalah penentu GBHK (Garis Besar Haluan Keluarga). Ia bertanggungjawab dalam bertanggungjawab menentukan visi misi keluarga, menyediakan keuangan, menyediakan makanan dan pakaian, menyediakan rumah dan isinya, membimbing anak, membuat kebijakan dan peraturan, menentukan standar keberhasilan, menyediakan training dan pemantauan, menyediakan perawatan dari harta dan benda, melakukan pengontrolan, serta mendelegasikan tanggung jawab dan otoritas.

Garis besarnya adalah ayah merupakan pemimpin, penentu arah kebijakan keluarga, dan pemberi perlindungan lahir dan batin. Maka, kita perlu mempersiapkan ia memiliki kemampuan kepemimpinan sekaligus pelayanan yang mumpuni. Ada ayah yang pandai memimpin namun tak pandai melayani, ada juga ayah yang cakap melayani namun kurang cakap memimpin.

Mendidik anak menjadi pemimpin yang melayani berakar dari kualitas komunikasi dalam keluarga. Komunikasi yang seperti apa? Komunikasi yang Benar (sesuai petunjuk Al Quran), Baik (sesuai cara otak bekerja), dan Menyenangkan (menumbuhkan jiwa).

Komunikasi yang sesuai petunjuk Al Quran ada beberapa jenis, yaitu :
1. qaulan balighan (perkataan yang merasuk dan membekas dalam jiwa),
2. qaulan kariman (perkataan yang bermanfaat dan menjadikan pihak lain tetap dalam kemuliaan),
3. qaulan maisura (perkataan yang baik, lembut, dan melegakan),
4. qaulan ma’rufan (perkataan yang baik dan tidak menyakitkan)
5. qaulan layyinan (perkataan yang lembut, meyakinkan, dan rasional)
6. qaulan sadiidan (perkataan yang benar, jujur dan tepat sasaran)

Anak akan belajar dari keteladanan. Maka, untuk menjadi pemimpin anak perlu keteladanan komunikasi yang baligh, yang karim, semuanya. Kehidupan keluarga tak lepas dari nasehat menasehati dalam kebaikan dan kesabaran, terutama dariayah.

Selain komunikasi, perlu juga pembiasaan agar anak kita memiliki kemampuan berpikir, memilih, dan mengambil keputusan (BMM), kemampuan hidup mandiri dan keterampilan mencari nafkah, kemampuan menunjukkan kasih sayang, kemampuan bekerjasama dan membangun kekompakan keluarga, serta kemampuan mendidik.

No comments:

Post a Comment